11 Maret 2009

This is EREKSIOTAK SYNDICATE

Ada satu pendapat dari kalangan orang yang merasa dirinya sangat pandai, dan berpendidikan tinggi entah itu S1, S2, S3 atau bahkan a SU yang menyatakan bahwa tingkat keberhasilan, kesuksesan bahkan kekayaan seseorang ditentukan oleh tingkat pendidikan dan hasil dari buah pemikiran cerdas mereka. Sedangkan orang yang tidak punya embel-embel di depan maupun belakang namanya hanya bisa bermimpi dan gigit jari. Hhhmmmm

Saya sama sekali tidak menyangkal bahwa tingkat kecerdasan, pemikiran rasional, dan wawasan yang kita miliki akan sangat mempengaruhi sebuah masa depan. Tapi pernyataan tidak ada sampah sosial yang sanggup mewujudkan mimpinya inilah yang justru menunjukkan sempitnya wawasan orang-orang yang merasa cerdas tersebut. Tuhan memang menyukai orang yang cerdas, tapi juga membenci orang yang sombong akan kecerdasannya.

Dalam Ereksiotak Syndicate tidak ada satupun orang yang merasa cerdas dan pintar. Kami lebih bangga jika kami dianggap sebagai orang-orang yang berperilaku aneh, ideot, bodoh bahkan gila. Tapi dengan keanehan kami, ideotnya kami, kebodohan kami, dan kegilaan yang kami punya, kami bertekad sanggup membanggakan orang-orang disekitar kami. Ngga’ ada istilah teman maupun lawan bagi kami, yang ada hanyalah “SAUDARA & SAHABAT”. Kami buktikan itu di
ErSynd semuanya berkumpul berbaur jadi satu, tawa kami, tangis kami, otak kami, dan jiwa kami ada disini. ErSynd adalah tempat berteduh kami, tempat berkarya kami dan kami bangga akan keberadaannya.

Bangunan 2 lantai ini akan menjadi rumah kami, sampai kami tidak sanggup lagi membayar sewanya.

10 Maret 2009

We Are Ereksiotak Syndicate

“Aku memang anak malam …. Genjrang genjreng ga karuan…. dst”

Mungkin idiom dari sepenggal lagu grup band slank tersebut mampu mendeskripsikan seperti apa kami sebenernya. Begadang tiap malam, berpolusi moral ria (cerita mesum), gojek kere, ngobrol sampai ga’ inget waktu, gitaran diiringi nyanyian rock n roll fals ditemani anggur kolesom plus Jack Daniels dari sponsor di bilangan Jogja tengah, tepatnya utara amplaz.

Kadang jenuh juga dengan rutinitas seperti ini, tapi inilah dunia kami (tepatnya sebagian dari kami) OK ada satu contoh knapa ada Jack D disitu?, tapi jangan ditiru!! Banyak pemusik terkenal yang mengaku lebih mudah mendapatkan ide ataupun inspirasi pada saat setengah mabuk, walaupun ini contoh yang buruk tapi kami hanya ingin menunjukkan bahwa kondisi setengah mabuk dapat memasuki tingkat kesadaran, imajinasi tinggi yang bisa membuat orang sangat kreatif, tapi ini sifatnya hanya sementara karena alcohol nantinya justru akan merusak jaringan otak dan bagian organ tubuh lain yang akhirnya justru membuat seseorang tidak produktif lagi bahkan kematian bisa merenggutnya… oh fuckdamnshit.

Tapi sayangnya kami bukan dari kalangan artis ataupun seniman, kami hanya sekelompok manusia yang jenuh dengan pola pikir sebagian kaum muda Jogja saat ini, yang tiap malem hanya berkongkow ria, ngobrol ngalor ngidul ga’ karuan tanpa hasil yang positif, ngafé seperti itu mereka menyebutnya. Dari wacana diatas mungkin ada sebagian dari rekan2 berpendapat “Mana ada sih orang yang lagi dalam pengaruh alcohol dapat menghasilkan sesuatu yang positif?” Jawabnya “ada, dan kami-lah buktinya” alcohol bukanlah sesuatu yang wajib bagi kami, itu hanya semacam ubarampe bagi yang minat silahkan “angkat gelasnya” dan bagi yang berpantangan ga’ ada salahnya untuk bertukar pikiran dengan kami.

Dalam sebotol Jack D itu ada sekitar 750 ml bibit inspirasi, konyol memang!! Bukan Ereksiotak namanya klo ga' berpikiran konyol. Konyol tapi positif, boleeh laahh!! Buktinya kami punya karya, kami punya hasil dari begadang malem, kami punya pekerjaan, kami punya usaha dan yang pasti kami juga punya AGAMA dan IMAN!

Ereksiotak awalnya nama sebuah grup band ecek2 yang mengusung aliran rastavari gore sick metal yah semacam underground. Ereksiotak sendiri mempunyai arti “pemikir keras”, namun seiring dengan kegundahan hati yang amat sangat dalam dari beberapa personil akhirnya Ereksiotak sepakat untuk "mati suri" kurang lebih 3 tahunan. Sampai akhirnya pada bulan kedelapan tahun 2008 ada salah satu personil yang mendapatkan kebebasannya kembali “menghirup udara segar”, sambil bercerita pengalaman 3 tahunnya “di dalam” dengan mata berkaca-kaca beliau berkata “EREKSIOTAK GA’ BOLEH MATI, EREKSIOTAK HARUS TETAP ADA, DALAM EREKSIOTAK LAH KITA SALING KENAL DAN SELANJUTNYA KITA DAPAT MENEMUKAN MAKNA SEBUAH PERSAHABATAN” Bener juga sih ga’ ada salahnya kami bangkit kembali, ga’ ada salahnya kami mencoba berkreasi lagi. Kami masih punya banyak mimpi yang dulu belum terwujud.

Menurut kami ga ada mimpi yang sia-sia, jika kita mau berusaha Insya Allah pasti ada jalannya dan tentu saja “jalan” itu bisa datang disaat yang tidak kita duga sebelumnya. Kami bukanlah dari golongan orang cerdas apalagi berpendidikan tinggi, bukan pula dari keluarga yang berlimpah materi. Tapi kami adalah segerombolan “bangsat” yang hanya bermodalkan ide dari hasil “onani” pikiran kami, yang terus-terusan kami “kocok setiap harinya, serta kemauan dan kemampuan untuk berfikir rasional jauh kedepan.
Karena kami adalah… EREKSIOTAK SYNDICATE

Bob Marley: Rebel Music!

"No woman no cry... no money nodong! " Itulah sepenggal syair dari Bob Marley yang sering menjadi bahan becandaan gaul atau pembelaan cowok-cowok jomblo akut yang berlagak cool. Bahkan sebuah iklan produk pembersih di televisi memelesetkannya menjadi "No kuman no cry." Sebuah kesalahkaprahan dalam menafsirkan syair tersebut tampaknya.

Demikian yang kerap terjadi dengan lagu-lagu Bob Marley yang berbahasa Inggris dalam gaya bahasa dan dialek Jamaica atau Rasta. Bagi yang baru mendengarnya, musik Reggae Bob sering dianggap musik kelas bawah yang tidak berkelas, layaknya musik dangdut di Indonesia. Bukan itu saja, pribadi Bob Marley sendiri sebagai pemusik sering disinisi sebagai "peracau" yang cuma bermimpi dibuai asap mariyuana.

Kenyataannya, saat ini tercatat lebih dari 300 juta keping rekaman Bob Marley digandakan di seluruh dunia, tidak termasuk versi bajakannya. Harian New York Times menilai Bob Marley sebagai musisi paling berpengaruh sepanjang paruh kedua abad ke-20. Lagunya One Love dipilih sebagai Anthem of Millennium oleh radio BBC Inggris. Majalah Time menobatkan Exodus sebagai Album Terbaik Abad ke-20. Dan catatan dari Presiden Amnesty International, Jack Keley, bahwa kemana pun ia pergi ke seluruh dunia, Bob Marley selalu menjadi simbol kebebasan! Dan lagu Get Up Stand Up, selolah identik dengan Amnesty International dan perjuangan kemanusiaan lainnya. Siapakah sesungguhnya Bob Marley?

Awalnya adalah Ska
Debut Bob dimulai bersamaan dengan demam musik anak-anak muda seusianya seiring dengan eforia kemerdekaan Jamaica, sebuah negara pulau di Laut Karibia (bagian tengah benua Amerika), dari penjajahan Inggris pada tahun 1962. Di tahun itu Bob pertama kali merekam suaranya dalam lagu berjudul Judge Not. Di tahun itu pula, Bob bertemu anak muda lain yang punya ambisi musik, yaitu Neville O"Riley Livingston (Bunny Wailer) dan Peter McIntosh (Peter Tosh) dan membentuk band bernama The Wailing Wailers. Single pertama The Wailing Wailers, Simmer Down (1963). Di masa-masa awal itu musik Bob bercorak Ska, sebuah ritme asli Jamaica yang saat itu menjadi musik dominan di Jamaica. Sejak pertama itu pula syair-syair Bob begitu penuh percaya diri dan berisi ungkapan-ungkapan yang mengkiritik penguasa kolonial dan akibat yang ditimbulkannya.

Di masa itu stasion radio masih berada dalam kungkungan pemerintahan kolonial sebelumnya sehingga hanya menyiarkan musik-musik barat dan tak ada tempat untuk musik lokal, apalagi yang bersyair penuh kritik. Karena itu rekaman album Bob hanya diperdengarkan secara keliling oleh penyedia jasa sound system, dari satu pesta ke pesta lain. Lewat suatu perdebatan yang rasional dan patriotik, akhirnya Bob berhasil "memaksa" seorang penyiar radio untuk mengudarakan lagu-lagunya.

Mulai saat itulah lagu-lagu Bob dikenal di seantero Jamaica dan spontan mendapat tempat di hati rakyat Jamaica. Lagu-lagu Bob selalu penuh dengan metafor-metafor khas Jamaica dan menjadi inspirasi serta menggedor kesadaran rakyat Jamaica untuk bangkit dari kemiskinan dan ketertindasan. Salah satunya adalah metafor-metafor yang ada dalam lagu I Shot The Sheriff.

Bob Marley dan Politik
Bob tak pernah berpolitik dan bukanlah seorang politisi yang kerap berorasi akan penindasan. Baginya yang terpenting adalah komitmennya pada kehidupan dan alam. Musik-musiknya menjadi semacam catatan akan penindasan yang dilihat dan dirasakannya. Saat Bob bekerja di Amerika Serikat sebagai pembersih lantai di Hotel Dupont atau pun bekerja shift malam di pabrik mobil Chrysler, ia mengalami apa yang disebut diskriminasi ras hingga puncaknya pada kerusuhan rasial dan pembantaian kaum negro oleh Ku Klux Klan. Hal itu membuat Bob shock dan memutuskan kembali ke Jamaica.

Di Jamaica, Bob mendalami spiritualitas Rastafari, di mana mengajarkan pembebasan diri dari ketertindasan tanpa melalui kekerasan. Lewat musiknyalah Bob menemukan senjatanya. Dengan corak baru dan petikan gitarnya yang khas musiknya menjadi semakin berkarakter, disebut Raggae. Karenanya musik Bob menjadi semacam surat kabar tentang kehidupan, khususnya berita dan pembelaan kaum yang ditindas. Musiknya menjadi bahasa universal tentang kemanusiaan yang kemudian juga menjadi inspirasi di belahan dunia lain. Adalah Island Record, Inggris yang berperan menyebarkan gagasan-gagasan Bob keluar Jamaica hingga menjadi demam di Eropa.

Perkembangan di Jamaica sendiri semakin tidak menentu. Saat itu Jamaica tengah dilanda kerusuhan akibat ketidakpuasan masyarakat karena janji-janji kehidupan yang lebih baik pasca kolonial tak cepat terwujud. Kerusuhan semakin meruncing pada perpecahan bangsa akibat perseteruan politik yang memanas antara PM Michael Manley yang berkiblat ke Kuba dan lawan politiknya Edward Seaga yang berkiblat ke AS.

Pada 1976, Bob diminta PM Michael Manley untuk menggelar konser "Smile Jamaica" untuk menghibur kembali rakyat Jamaica yang tengah susah. Namun konser itu kemudian dipolitisir, karena diselenggarakan menjelang pemilu. Bob akhirnya menjadi korban serbuan sekelompok orang bersenjata ke rumahnya, dua hari sebelum konser. Tangannya terserempet peluru, namun setelah perawatan di rumah sakit, Bob tetap melanjutkan tekadnya menggelar konser.

Baginya, hidupnya tidaklah penting, yang terpenting adalah kehidupan rakyat Jamaica. Bob tetap bernyanyi di bawah penjagaan aparat yang ketat. Sesudah konser, Bob mengasingkan diri ke London, selain untuk menenangkan diri, alasan keamanan juga menjadi pertimbangan mengingat CIA memandang musik Reggae semakin dianggap berbahaya sebagai penyulut kesadaran rakyat Jamaica dan gerakan anti Amerika.

Tokoh Humanis
Kecintaannya terhadap Jamaica tak bisa membuatnya berlama-lama betah di London. Baginya Jamaica adalah representasi orang kulit hitam di seluruh dunia serta representasi kemiskinan dan penindasan di seluruh dunia. Karenanya ia merasa harus selalu menjadi bagiannya untuk terus mewartakan serta memperjuangkannya ke seluruh dunia. Setelah empat belas bulan, 1978 Bob pulang ke Jamaica.

Melihat Jamaica yang semakin parah dengan aksi-aksi kekerasan, penculikan dan pembunuhan, Bob berinisiatif untuk menggelar konser gratis bagi proses rekonsiliasi bagi kelompok politik yang berseteru dan menyatukan kembali Jamaica. Konser diberi nama "One Love" Peace Concert. Berkat kharisma Bob Marley yang dicintai rakyat Jamaica, konser berlangsung aman dan kedua lawan politik yang berseteru bisa dihadirkan di atas panggung memenuhi permintaan Bob untuk berpelukan dan berdamai.

Selanjutnya Bob bertekad membangun Jamaica. Ia membangun perusahaan rekamannya sendiri, Gong Record, di rumahnya. Dari hasil penjualannya, Bob dapat memberi makan dan menyantuni orang-orang miskin Jamaica. Tercatat ada 3.000 orang lebih yang diberi makan setiap hari. Sementara itu Bob juga terus concern akan kelaparan yang terjadi di sebagian belahan Afrika serta politik diskriminasi warna kulit (apartheid) yang masih dijalankan di Afrika Selatan. Semua itu disuarakan Bob dalam lagu Unite Africa dalam album terbarunya. Kontan saja lagu itu dilarang diperdengarkan di Afrika Selatan.

Seluruh piringan hitam album tersebut mengalami sensor dengan menyilet track lagu tersebut dan mencoret pada bagian covernya. Di sisi lain Bob malah mendapat penghargaan menjadi satu-satunya artis asing yang diundang dalam konser Kemerdekaan Zimbabwe yang dihadiri oleh Pangeran Charles dan persiden pertama Zimbabwe Dr. Robert Mugabe pada 1980.

CIA di Balik Kematian Bob?
Di tahun 1980 juga Bob mendapat undangan konser tur di beberapa tempat di Amerika Serikat oleh organisasi persaudaraan kulit hitam AS. Di suatu hari minggu, 21 Sepetember 1980, Bob yang tengah berjogging di Central Park, New York terjatuh dan dilarikan ke rumah sakit. Ternyata penyakit melanoma, kanker kulit yang telah dideteksi 3 tahun sebelumnya telah menyebar ke paru-paru dan otaknya. Dokter pun menduga umur Bob hanya akan bertahan beberapa minggu lagi. Delapan bulan setelah berjuang dengan kondisi tubuh yang terus merosot, Bob akhirnya harus menghembuskan nafasnya yang terakhir. Pemakamannya dilangsungkan di Jamaica pada 21 Mei 1981.

Banyak pihak yang tak percaya akan kepergiaannya dan meragukan kematiaannya secara normal. Apakah ada peran CIA di balik kematian Bob? Banyak yang menghubung-hubungkan aktivitasnya dengan operasi intelejen AS itu. Apalagi kanker melanoma yang disebabkan kelainan gen, hanya dialami oleh orang kulit putih.

Kematian Bob yang misterius ini pun akhirnya membawa pada latar belakang Bob sesungguhnya. Ayah Bob Marley, Captain Norval Marley, adalah pria kulit putih Jamaica berusia 50 tahun anggota British West Indian Regiment yang menjadi pengawas perkebunan. Ibunya, Cedella Booker adalah gadis kulit hitam 18 tahun yang bekerja di perkebunan tersebut dan dihamili sang pengawas. Mereka menikah tahun 1944 dan pada 6 Februari 1945 lahirlah Robert Nesta Marley alias Bob. Setelah itu sang ayah meninggalkan keluarganya, walaupun sesekali masih memberikan dukungan finansial bagi pertumbuhan Bob. Berasal dari ayah kulit putih inilah yang memberikan kemungkinan bagi Bob secara genetik menderita melanoma.

Lepas dari kematiannya yang misterius, kehidupan dan karya-karya Bob adalah sangat nyata. Kesedihannya, cinta dan pemahamannya pada kemanusiaan, pemikiran dan spiritualitasnya adalah sesuatu yang masih eksis dan berpengaruh hingga hari ini. Bob adalah musisi yang disiplin, selalu menjadi orang pertama yang datang dan yang terakhir pulang di studio rekaman. Selalu tepat waktu dan bersungguh-sungguh dalam setiap latihan. Bob sangat tidak dapat mentolerir suasana latihan yang tidak serius.

Di balik syair-syairnya yang keras, Bob sesungguhnya adalah seorang yang rileks dengan hobbynya dan kemahirannya bersepak bola. Dan di balik kekerasan hatinya, sesungguhnya Bob adalah pribadi yang romantis dan penuh perhatian. Lagu Stir It Up ditulis dan digubah khusus untuk kekasihnya Rita yang kemudian dinikahinya dan memberikan lima orang putra dan seorang putri. Keenam anaknya dari Rita itu pun lima di antaranya berprofesi sebagai musisi, dua di antaranya peraih Grammy yaitu Ziggy Marley (singer & songwriter) dan Stephen Marley (producer).

Bad Religion


Kalo ngomongin musik punk saat ini, pasti ngga bisa lepas dari pengaruh band yang satu ini. Bad Religion, salah satu dedengkot musik punk dunia ini memang telah lebih dari 25 tahun bertahan di jalur musik punk dan sekarang namanya telah menjadi legenda.

Terbentuk pertama kali pada tahun 1980 di pedalaman kota Los Angeles, California, Amerika Serikat dengan formasi awal Greg Graffin (vocals), Brett Gurewitz (guitar), Jay Lishrout (drums) dan Jay Bentley (bass), ngga salah kalo kita sebut mereka sebagai "pemain lama" di genre musik punk.

Nama Bad Religion pada awalnya terkenal karena isi dari lirik-lirik mereka yang banyak bermuatan sosial. Selain itu, frontman mereka, Greg Graffin, mempunyai gelar DR. untuk bidang evolusi biologi dan memperoleh gelar master untuk bidang geologi. Rentetan gelar itu sedikit banyak mempengaruhi image Bad Religion sebagai band intelektual dan cerdas.

Album pertama Bad Religion (BR) diproduksi oleh Epitaph Records dan merupakan yang terburuk. Setelah sempat manggung di beberapa gigs lokal, akhirnya terjadi pergantian personil dengan masuknya nama Pete Finestone sebagai penggebuk drum yang baru. Kemudian di tahun 1982, album "How Could Hell Be Any Worse?" yang direkam di Hollywood, rilis dan menarik perhatian para pengamat dan penggemar musik Amerika.

Di tahun 1984, pergantian personil semakin gencar hingga nantinya tinggal menyisakan Griffin sebagai satu-satunya personil lama yang "selamat". Greg Hetson dan Tim Gallegos masuk untuk mengambil posisi gitar dan bass, sementara sang gitaris, Brett Gurewitz "sibuk" dengan proses rehab kecanduan narkoba dan minuman beralkohol.

Setelah berbagai masalah yang timbul dari "dalam" selesai, BR mencoba come back dengan mengeluarkan EP "Back To The Known" yang bertujuan untuk memproklamirkan bahwa mereka masih "ada" dan eksis. Akhirnya vakum panjang pun berakhir dan Brett Gurewitz pun kembali ke formasi band dan BR merilis album "Suffer" di tahun 1988. Walaupun musik mereka keras, namun mereka imbangi dengan lirik-lirik pintar dan cerdas.Setelah malang-melintang di industri musik selama bertahun-tahun, BR akhirnya jatuh ke pangkuan major label, Atlantic Records, di tahun 1993. Dibawah naungan Atlantic mereka merilis debut album major lewat "Stranger Than Fiction".

Sampai sekarang, Bad Religion masik produktif dalam membuat album dan sudah mengeluarkan lebih dari 10 album, yang terbaru adalah "New Maps Of Hell" yang rilis tahun 2007 ini. Beberapa album BR antara lain "How Could Hell Be Any Worse?" (1982), Suffer (1987), "Recipe for Hate" (1993), "The New America" (2000), "The Process Of Belief" (2002) dan "The Empire Strikes First" (2004). Formasi terakhir dari Bad Religion adalah Greg Graffin (vocal), Jay Bentley (Bass), Greg Hetson (Guitar), Brian Baker (Guitar), Mr. Brett (Guitar) dan Brooks Wackerman (Drums).

My Bloody Valentine

Matikan lampu ruang ini. Renungkanlah masa cinta itu tidak membahagiakan. Dengarkanlah My Bloody Valentine. Bayangan bias akan kepedihan yang mendalam kembali muncul diiringi oleh sayatan distorsi, pitch bending, dan digital reverb yang dihasilkan gitar berbaur efek-efek. Berapa lagu yang loe butuhin untuk menghidupkan kembali masa suram itu? Semua track yang terkandung di album Isn"t Anything dan Loveless lebih dari cukup buat loe tenggelam dalam imajinasi kelam.

Mereka adalah Kevin Shields (gitar / vokal) dan Colm Ó Cíosóig (drum), orang yang paling bertanggungjawab atas kelangsungannya My Bloody Valentine, dan Bilinda Butcher (gitar / vokal) dan Debbie Googe (bass), yang datang belakangan setelah posisi Bilinda diisi oleh Dave Conway.

Secara resmi, My Bloody Valentine berdiri sejak 1984. Sebelumnya, duo Kevin dan Colm sudah hilir mudik di gigs lokal (Dublin, Irlandia). Sebagai pemuda yang haus akan kreatifitas dan mimpi-mimpi, membawa mereka untuk gabung disebuah lokal punkrock band, The Complex, tahun 1970-an. Perguliran waktu membawa mereka kepada sebuah idealisme anyar untuk bisa tetap eksis di dunia musik. Perekrutan Dave Conway sebagai vokalis mereka, 1983, membentuk band baru bernama Burning Peacocks, sebelum mereka settled di My Bloody Valentine.

Bersama band tersebut, yang akhirnya memasukkan nama baru, Tina, pacar dari Dave, sebagai keyboardist, mereka menadapatkan kontrak untuk manggung di Belanda. Di sana mereka sempat menetap selama tiga bulan. Setelahnya baru mereka kembali ke Berlin, dan menelurkan sebuah mini-LP bertitel, This Is Your Bloody Valentine untuk Tycoon Record. Tapi album tersebut rupanya tersendat secara penjualan, dan membawa mereka kembali ke Belanda, sebelum benar-benar menetap di London, untuk My Bloody Valentine.

Hilir mudik mereka di Eropa membuat tiap personil kehilangan kontak. Colm dan Kevin mencoba memugar kembali band mereka, dengan mencari bassist tetap melalui sebuah audisi. Tina merasa kurang cocok dengan mereka, sehingga memutuskan untuk mengundurkan diri dari band. Pencarian mereka merujuk pada sebuah nomor telepon Debbie Googe untuk dihubungi. Audisi dimulai, mereka terkesan, dan masuklah nama Debbie sebagai bassist mereka.

Keputusan tersebut membuat Debbie benar-benar memutuskan untuk serius terjun ke dunia musik, dengan resign-nya dia dari kerjaan tetapnya. EP bertajuk Geek!, yang terbit Desember 1985, membuat mereka dapat merasakan beberapa gig di London. Tapi sayangnya label kurang berhasil dalam melakukan penjualan, sehingga memberikan dampak yang tidak sesuai dengan harapan band. Progres yang lambat tersebut membuat Shield sedikit frustasi dan memutuskan untuk kembali ke New York, tempat keluarganya tinggal.

Biar bagaimanapun, Joe Foster, Kalaedoscope Records, mencoba membujuk mereka untuk bisa rekaman kembali dengan label yang dimilikinya. Hasilnya, sebuah EP dengan mengatasnamakan My Bloody Valentine, bentuk baru idealisme mereka, rilis awal 1986. MBV mulai merangkak kembali menghiasi gig-gig lokal, yang merambah hingga diluar kota London.Waktu pun semakin membesarkan nama MBV. Februari 1987, mereka tidak tahan untuk tidak mengeluarkan EP berjudul Sunny Sundae Smile, lewat label Lazy Record. Ditengah-tengah show sana-sini itulah, Dave Conway mengundurkan diri dari pondasi MBV untuk menjadi penulis, karena merasa band kurang potensial.

Kekosongan vokalis tersebut membuat MBV mendapatkan rekomendasi dari para kerabatnya, yaitu Bilinda Butcher. "Suaranya oke, dan dia bisa menyanyikan salah satu lagu kita dengan suara yang bagus, tinggal kami harus memperlihatkan bagaimana caranya main gitar," kata Shields.

1988 adalah tahun kejayaan MBV. Suara multi-layered gitar mereka menjadi influence yang besar untuk band-band anyar, dan media sepakat menyatakan bahwa genre yang paling tepat untuk melukiskan MBV adalah shoegaze. Pada tahun ini juga album macam Isn"t Anything dan EP Feed Me with Your Kiss lahir. Masa kejayaan itu terus berlanjut. Post new wave sedang kedatangan penduduk baru bernama noise pop, dimana akhir 80-an dan awal 90-an dunia musik dilanda oleh genre noir berupa shoegazing, post punk, noise, dan juga alternative rock. Tahun 1991 adalah album pionir My Bloody Valentine, Loveless terealisasi, walaupun sempat ada rumor yang harus dibantah oleh Shield, kalau biaya produksi album tersebut membuat Creation Records nyaris bangkrut.

Fans telah terkumpul, semua orang menantikan hadirnya My Bloody Valentine di kota masing-masing. Tak sempat merampung album penuh, mereka tetap menyalurkan kreativitasnya melalui album keroyokan seperti, album tribute: Tribute to Wire, cover theme song James Bond, Bilinda yang disibukkan oleh kontribusinya di Collapsed Lungs, hingga kolaborasi Shield dengan Yo La Tengo, Primal Scream dan juga Dinosaur Jr di tahun 1996.

Sepuluh tahun lebih berlalu, absennya My Bloody Valentine di panggung-panggung musik akbar maupun lokal, terjawab. Mereka mengklaim bahwa pengerjaan album yang dimulai sejak tahun 1996 itu telah rampung 3/4nya. Setelah tertidur lama, mulai tahun 2008 hingga waktu yang tak ditentukan, "Cupid Some", "Soon", "What You Want", "Wheen You Sleep" dan lainnya bisa disimak kembali secara live oleh My Bloody Valentine yang sudah menjelang rentan. "100% kami sedang membuat album lain My Bloody Valentine, kecuali mati atau apalah," kata Shield buat loe yang masih nungguin mereka buat sesuatu yang baru.


Diskografi:
Isn"t Anything

Loveless
Glider
Feed Me With Yur Kiss
You Made Me Realise
Tremolo