04 Maret 2009

Peran SQ dalam Berpikir Kreatif

Anggapan yang menyatakan intellegence quatient (IQ) yang tinggi merupakan jaminan bagi seseorang mencapai kesuksesan, sudahlah berlalu. Daniel Goleman berpendapat, IQ hanya menyumbang sekitar 20%, dan justru yang berperan lebih besar adalah emotional quitent (EQ).

EQ adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengelola emosi sehingga dapat berinteraksi dengan orang lain. Orang yang mempunyai EQ terasah akan berpeluang lebih besar untuk sukses. Ternyata, paduan IQ dan EQ belumlah cukup. Pasangan suami-istri Danah Zohar dan Ian Marshall memberikan pandangan baru, ada kecakapan lain yang tidak kalah penting, yaitu spiritual quotient (SQ).

SQ sangat diperlukan manusia untuk pencarian makna hidup yang sebenarnya. Menurut Ary Ginanjar, Direktur PT Arga Wijaya Persada sekaligus pengarang buku Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Spiritual, kecerdasan spiritual adalah bagaimana memahami keinginan Tuhan terhadap alam ciptaannya dan manajemen alam semesta, kemudian manajemen menyesuaikan keinginan manusia. Pemahaman SQ secara mendalam akan membuahkan ketenangan, ketegaran yang pada akhirnya akan mengarah pada keikhlasan, pada sebuah keadaan di mana hanya Tuhan yang tahu. SQ menuntun manusia melakukan tindakan yang senantiasa mempunyai nilai ibadah.

Dalam dunia periklanan dikenal istilah copywriting, yang merupakan komponen iklan, sama halnya dengan desain visual, marketing research, ataupun eksekusi konsep kreatif. Copywriting merupakan karya copywriter yang berdiri sederajat dalam jajaran tim kreatif bersama art director dan desainer. Objek copywriting adalah pengolahan data dengan strategi kreatif periklanan yang mengacu pada hakikat produk yang hendak diiklankan.

Menurut Agustrijanto, dalam bukunya yang berjudul Copywriting, strategi kreatif periklanan sangat menentukan orientasi copywrinting dibentuk. Gabungan kerja antara sastrawi dan intelektual itulah copywriting. Artinya, membuat copywriting berarti membuat naskah iklan yang berstrategi (maksudnya strategi kreatif periklanan).
Periklanan bertujuan memengaruhi orang untuk membeli sehingga periklanan selalu subjektif. Walaupun demikian, pembuatan iklan harus berhati-hati dan tidak berlebihan dalam pernyataan-pernyataannya agar orang tidak curiga dan pesan dapat diterima dengan baik.
Kemudian, bagaimanakah SQ diimplementasikan dalam dunia copywriting? Marilah kita coba mengulasnya.

Harus Teperinci
Copywriter bertanggung jawab berat dalam memainkan kata-kata. Banyak hal harus dipertimbangkan sebelum memulai pekerjaan. Misalnya, bagaimana kata-kata yang dirangkai harus terperinci, mudah diingat, menarik, namun tidak bertele-tele. Selain itu, rangkaian kata jangan sampai menyinggung perasaan khalayak, biro iklan, pembuat produk sejenis atau yang lain, yang semua itu akan menyebabkan persaingan tidak sehat.

Daya kreatif copywriter dituntut mampu membuat iklan tentang produk yang sama tanpa harus mengungkit keburukan produk lain. Contoh iklan yang baik dapat kita lihat pada iklan produk pembersih tangan. Sebenarnya, kedua produk tersebut memiliki fungsi dan khasiat sama, tetapi dalam penyajiannya tidak saling menjatuhkan. Mereka beriringan dan berkesan damai. Di sinilah pentingnya SQ bagi seorang copywriter.

Selain itu, pertimbangan subjektif copywriter dalam membuat iklan seharusnya disesuaikan dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat sehingga tidak menimbulkan kekacauan. Apabila iklan tersebut bernuansa SARA, misalnya, copywriter harus pandai-pandai mengemasnya agar iklan sampai pada masyarakat dengan baik tanpa menimbulkan konflik.

Sebenarnya, kalau ia pandai, peka terhadap hal-hal sosial, mempunyai empati yang kuat, serta secara moral mempunyai tanggung jawab terhadap diri, masyarakat, dan Tuhan, dia tidak akan berbuat demikian. Alternatif yang dipilih akan lain. Ia akan menceritakan keunggulan mobil tersebut seperti mesinnya bagus, karakternya halus, warnanya elegan, dan kelebihan lain. Kita tidak dapat menyalahkan wanita yang apa-apa mau karena kurang sosialisasi bahwa tidak selamanya wanita hanya sebagai objek. Dengan kelemahan yang dimiliki wanita, tidak seharusnya sebuah biro iklan memanfaatkannya. Di sinilah pentingnya penerapan IQ, EQ, dan SQ.
Kalau saja dari dulu para copywriter menerapkan kecerdasan dan kecakapan ini, tentu tidak perlu muncul kritik-kritik pedas dari berbagai kalangan.

Menurut Catur Prasetyo (Usahawan, April 2001), persepsi masyarakat sangat berkaitan atau bergantung pada bahasa iklan berbicara. Apabila iklan sebuah produk dikemas dengan bahasa yang benar, tidak akan ada komplain dari masyarakat. Benarlah memang seharusnya seorang copywriter memiliki kreativitas tinggi, mempunyai daya imajinasi yang baik, dan menggunakan nilai-nilai estetika yang dapat menarik masyarakat. Harus diakui, sering kali terjadi benturan antara biro iklan, tim kreatif, dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Hal itu sering dianggap sebagai pembatasan ruang gerak para tim kreatif untuk kebebasan mereka berkreasi. Sebenarnya, hal tersebut tidak sepenuhnya benar bila tim kreatif dari biro iklan menerapkan IQ, EQ, dan SQ secara seimbang.

Apabila copywriter bekerja dengan niat awal yang baik, kecerdasan yang cukup, penuh kebijaksanaan, dan sesuai dengan perintah agama, tentu semua akan berjalan baik. Ia tidak perlu takut akan apa yang menjadi hambatan dan rintangan, tidak akan takut tersalip pesaingnya ataupun tidak laku. Dengan keadaan yang demikian, copywriter akan sangat tenang dan dapat bekerja dengan benar. Tuhan tidak akan pernah meninggalkannya. Ia lakukan saja apa yang menurutnya, masyarakat, dan agama benarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar